SEJARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI
INDONESIA
A. Perencanaan
menjelang kemerdekaan Indonesia
Menjelang
proklamasi kemerdekaan Indonesia, para tokoh kemerdekaan masih
mengkonsentrasikan pembicaraan pada bidang politik. Mereka masih sibuk dengan
permasalahan mengenai bentuk-bentuk dari Negara yang akan didirikan, apakah
berbentuk republic atau monarki, demikian pula mengenai batas luas wilayah
Negara serta bilamana Negara ini akan diproklamirkan.
Bagi yang
bersangkutan, yang penting adalah bahwa proklamasi kemerdekaan dapat segera
dilaksanakan tanpa menunggu perencanaan yang lebih rinci maka kemerdekaan
Indonesia tidak akan segera terwujud.
Walaupun
tampaknya belum ada perencanaan yang konkret mengenai masalah ekonomi tetapi
jalan menuju kearah itu terus dirintis. Hal ini dibuktikan dengan
pemikiran-pemikiran para tokoh kemerdekaan mengenai keharusan adanya landasan
idiil dan landasan konstitusional Negara republik Indonesia dimasa yang akan
datang yang kita kenal dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
B.
Perencanaan pada awal kemerdekaan
Karena
keterbatasan data yang tersedia, pada awal kemerdekaan pemerintah belum mampu
untuk menyusun perencanaan yang baik. Namun demikian, pemerintah terus berusaha
untuk memperbaiki perekonomian yang berantakan akibat perang. Usaha itu
dicerminkan dengan pembentukan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada tanggal 12
April 1947.
C.
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dibentuk dengan Penetapan Presiden
(Penpres) No. 3 Tahun 1947 yang diketuai oleh Drs. Mohammad hatta, dengan
anggota A. K. Gani, Muhammad Roem, Sjafroedin Prawinegara menghasilkan
suatu dokumen perencanaan yang disebut Dasar Pokok daripada Plan Mengatur
Ekonomi Indonesia. Perencanaan tersebut merupakan awal dari perencanaan-
perencanaan jangka pendek dan jangka panjang selanjutnya kita kenal dalam
sejarah perencanaan kita, seperti Rencana kasimo (1948-1950), Rencana urgensi
perkembangan industry dan industry kecil (1951-1952), Rencana pembangunan 5
tahun (1956-1969), rencana pembangunan semesta berencana (1961-1969), dan
Repelita-repelita selama PJP I (1969/70 sampai dengan 1993/94)
D. Plan
mengatur ekonomi Indonesia (1947)
Susunan
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi.
Ketua
: Mohammad Hatta
Wakil
ketua I : Dr. A.K. Gani
Wakil
ketua II : Mr. Mohammad Roem
Wakil
ketua III : Mr. Sjarifoedin
Anggota
: Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Dr. Tong
Eng Die, Dr. Ir. Sam Oedin, Ir. Kasan Moetalib, Dr. Alfian, Yoesoef Helmi serta
seorang ahli statistik.
Panitia
Pemikir Siasat Ekonomi ini bertugas menyusun Plan Mengatur Ekonomi Indonesia.
Program-program yang direncanakan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran
masyarakat yang merata, melalui cara :
a.
Mengintensifkan usaha produksi
b.
Memajukan perdagangan internasional
c.
Meningkatkan standar hidup masyarakat
d.
Meningkatkan kecerdasan bangsa.
Tujuan
ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan :
1.
Meningkatkan impor barang-barang sandang, alat-alat transfortasi dan
perhubungan, barang-barang modal dan barang-barang keperluan lainnya.
2.
Meningkatkan ekspor yang diprioritaskan pada hasil perkebunan, hasil kehutanan,
minyak dan logam.
3.
Memperbaiki organisasi kedalam melalui :
i. Penetapan upah minimum
ii. Perbaikan perumahan rakyat
iii. Transmigrasi
iv. Peningkatan pembangunan jalan dan jalan
kereta api baru, bendungan, tenaga listrik dan pelabuhan.
v. Industrialisasi
vi. Tambang dan minyak tanah
vii. Industry pertanian
viii. Pertanian dan perikanan
ix. Penanaman hutan
x. Pelayaran dan perhubungan antar pulau.
Panitia
Pemikir Siasat Ekonomi ini dibagi atas 8 bagian, yaitu :
Bagian 1 : Soal
Ekonomi Umum
Bagian 2
: Hal Ihwal Perkebunan
Bagian 3
: Industri, Tambang dan Minyak
Bagian 4
: Harta Benda Asing
Bagian 5
: Hal Ihwal Keuangan
Bagian 6
: Listrik, Kereta Api dan Tram
Bagian 7
: Hal Ihwal Perburuhan
Bagian 8
: Hal Ihwal Daerah Pendudukan Belanda
Dilhat dari
bagian-bagian tersebut diatas, perencanaan ini masih bersifat parsial yang
disesuaikan dengan keadaan pada waktu itu, dimana situasi Negara sangat tidak
stabil. Cara bekerja panitia, termasuk panitia untuk masing-masing kelompok
menjadi tidak menentu. Mereka sewaktu-waktu dapat mengadakan pertemuan, bahkan
sekurang-kurangnya sekali dalam 2 minggu. Ketua Panitia Pemikir mengadakan
pertemuan dengan ketua-ketua kelompok.
Rencana
ini tidak menyebutkan batas waktu sehingga tidak dapat dikatakan apakah jenis
rencana ini merupakan rencana jangka pendek, jangka sedang atau jangka panjang.
Disamping itu materi pembicaraan dari para kelompok Panitia Pemikir juga masih
sangat sederhana dan sering tidak disertai data-data yang lengkap.
Biaya
untuk perencanaan ini diharapkan diperoleh dari :
a.
Pemerintah yang terdiri dari pinjaman dalam negeri dan tabungan masyarakat
b.
Pinjaman Luar Negeri
c.
Penyertaan perusahaan-perusahaan swasta
Plan
pengatur ekonomi ini dalam pelaksanaannya mengalami banyak gangguan, antara
lain :
a.
Dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda menyerbu kembali ke Indonesia
yang dikenal dengan Peristiwa Perang Kemerdekaan I. perang kemerdekaan I ini
dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947, hanya 4 bulan sebelum ditandatangani
Persetujuan Linggar Jati pada tanggal 25 maret 1947. Perang ini berakhir pada
tanggal 1 agustus 1947 setelah Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata
kepada pemerintah.
b.
Pemberontakan komunis pada tanggal 18 september 1948 yang berpusat di kota
Madiun. Pemberontakan ini sangat menguntungkan pihak belanda untuk melancarkan
serangan bersenjata yang disebut Perang Kemerdekaan II pada tanggal 19 Desember
1948 yang dalam waktu singkat berhasil menduduki seluruh kota-kota di wilayah
Republik Indonesia.
E.
Rencana kasimo (1948-1950)
Dalam
kedudukannya sebagai Menteri Muda Kemakmuran, I.J.Kasimo menyusun rencana
pertama yang berdimensi waktu, yaitu rencana produksi jangka menengah ( 3 tahun
) dari tahun 1948 – 1950.
Konsep
perencanaan yang sangat sederhana ini bertujuan untuk menanggulangi
kedaan darurat pada waktu itu, mengingat perang masih terus berkecamuk.
Menurut
rencana kasimo, swasembada pangan dilakukan melalui usaha intensifikasi dengan
menggunakan bibit unggul maupun usaha ekstensifikasi di daerah-daerah yang
masih banyak lahan tidurnya. Selain itu I.J Kasimo juga menyarankan penanaman
jagung dan ketela guna menanggulangi masalah kekurangan pangan yang mendesak
pada waktu itu. Sedangkan usaha untuk meningkatkan produksi peternakan ditempuh
dengan melarang penyembelihan ternak dan penggunaannya yang kurang perlu.
Sedangkan produksi sandang, yang keadaan pada waktu itu sangat sulit dipenuhi
sendiri melalui penannaman kapas oleh petani.
Walaupun
perencanaan Rencana Kasimo ini sangat tidak menentu disebabkan karena sebagian
besar wilayah Republik Indonesia masih diduduki oleh Belanda, tetapi didalam
rencana ini sebenarnya banyak petunjuk-petunjuk praktis yang mudah
dilaksanakan.
F.
Rencana urgensi perkembangan industry dan industry kecil (1951-1952)
Antara
tahun 1951 sampai dengan 1952 Sumitro Djojohadikusumo mencanangkan Rencana
urgensi untuk perkembangan industri dan industri kecil.
Rencana
ini didasarkan atas pemikiran bahwa industrialisasi dipandang sebagai bagian
integral dari kebijaksanaan umum untuk menambah kekutan ekonomi rakyat
Indonesia sebagai dasar perkembangan ekonomi nasional yang sehat. Dalam
rangkaian rencana ini industri-industri besar diharapkan dapat menciptakan eksternal economies sehingga
dapat merupakan faktor yang strategis untuk perkembangan sector-sektor lainnya.
Konsep
dasar rencana ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Memperbaiki dan memperluas balai-balai penelitian dan pendidikan untuk
mempercepat perkembangan industry
b.
Menambah pinjaman kepada perusahaan kerajinan rumah tangga dan industri kecil
untuk memperkuat kedudukan ekonomi mereka dan memungkinkan meningkatkan
mekanisme perusahaan
c.
Mendirikan induk-induk perusahaan dengan bantuan langsung dari pemerintah di
pusat-pusat industri di daerah-daerah agraria.
d.
Mendirikan perusahaan-perusahaan industry besar pada sektor-sektor yang
dipandang penting dengan biaya pemerintahan dan swasta.
Dalam
evaluasi pelaksanaan samapi dengan akhir 1952, banyak proyek-proyek yang belum
dapat diselesaikan, bahkan sampai tahun 1954 (2 tahun setelah rencana berakhir)
sebagian besar proyek-proyek yang dilaksanakan juga masih terbengkalai.
Faktor-faktor
yang menghambat pelasksanaan rencana ini meliputi dua faktor yaitu intern dan
ekstern. Faktor-faktor intern meliputi :
1.
Organisasi yang jelek dan pengalaman manajerial yang kurang
2.
Kekurangan tenaga ahli
Faktor
ekstern meliputi :
1.
Masalah birokrasi terutama peraturan-peraturan mengenai keuangan Negara
2.
Kurangnya koordinasi
Untuk
membantu industri-ndustri kecil, telah didirikan induk-induk perusahaan yang
berfungsi untuk :
1.
Memperbaiki kualitas industry kecil
2.
Mengorganisasikan teknis produksi yang lebih baik
3.
Membuat standardisasi kualitas
4.
Memperkenalkan bentuk-bentuk organisasi baru yang lebih efisien
5.
Memberi pemahaman tentang organisasi dan koperasi kepada penguasa
6.
Mengorganisasikan penjualan hasil dan pembelian bahan mentah secara
bersama-sama.
Walaupun
secara keseluruhan rencana urgensi perkembangan Indonesia dan industri kecil ini
gagal, namun rencana ini merupakan titik awal dalam perkembangan perencanaan
industri di Indonesia secara terkoordinasi dan terpadu.
G. Rencana
pembangunan 5 tahun (1956-1969)
Dalam
periode Perdana Menteri Juanda telah dicanangkan rencana pembangunan jangka
menengah yang pertama yaitu Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956 – 1960.
Dalam
rencana jangka menengah ini mencakup aspek pembangunan yang lebih luas daripada
rencana-rencana sebelumnya. Dilihat dari metode perencanaan, maka RPLT disusun
lebih jelas dan sistematis. Namun demikian masalah yang dihadapi dalam rencana
pembangunan ini adalah masalah klasik yaitu pembiayaan. Pembiayaan pembangunan
direncanakan untuk digali dari sumber dalam negeri dan pinjaman-pinjaman luar
negeri termasuk hibah dan rampasan perang jepang.
Walaupun
rencana Undang-Undang tentang RPLT telah disetujui oleh DPR pada tanggal 1
november 1958 ternyata didalam perjalanannya memerlukan perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan
ini terutama berkisar pada sumber-sumber pembiayaannya, mengingat situasi
selama periode tersebut kurang stabil disebabkan karena 4 hal, yaitu :
1.
Sengketa mengenai Irian Jaya (pada waktu itu Irian Barat), memerlukan biaya
yang tidak sedikit
2.
Perkiraan biaya untuk RPLT yang didasarkan pada tahun-tahun sebelumnya yang
dianggap “normal” akibat dari Korea Boom ternyata meleset.
3.
Data-data statistic yang kurang akurat
4.
Jangka waktu rencana yang cukup panjang (5 tahun) mengakibatkan
perkiraan-perkiraan yang salah atau menyimpang dari rencana.
Kegagalan
RPLT kecuali disebabkan oleh kedaan dalam negeri yang disebutkan diatas juga
dipengaruhi oleh kedaan luar negeri yang tidak menguntungkan karena adanya
resisi di Amerika Serikat dan Eropa Barat selama tahun 1957 dan 1958. Keadaan
ini mengakibatkan cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan. Untuk itu
pemerintah terpaksa memperketat impor barang-barang komsumsi tetapi juga
barang-barang modal. Kekurangan impor barang-barang modal ini menambah makin
parahnya pelaksanaan RPLT.
Keadaan
politik dalam negeri juga mempengaruhi RPLT . adanya ketegangan antara pusat
dan daerah yang mengakibatkan daerah menentukan kemauannya sendiri, misalnya
dengan melakukan barter gelap dengan luar negeri. Untuk memulihkan kestabilan
politik dalam negeri, terpaksa dikelurkan biaya-biaya yang besar terutama di
sektor keamanan dalam negeri, yang mengakibatkan pemerintah mengalami deficit
anggaran belanjanya.
H. Garis-garis
besar pola pembangunan nasional semesta berencana tahapan pertama (1961-1969)
1.
Dewan perancang
nasional (Depernas)
Menimba
dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, pemerintah perlu menyadari adanya
semacam lembaga yang mengatur tentang perencanaan pembangunan untuk kepentingan
masa depan bangsa Indonesia. Dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dibentuklah
Dewan Perencanaan Nasional yang pelaksanaannya ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah No. 1 tahun 1959.
Rencana
pembangunan yang akan disusun oleh Depernas ini adalah :
a.
Mempersiapkan rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional yang berencana
b.
Menilai penyelenggaraan pembangunan yang bersangkutan.
Hasil
dari pekerjaan Depernas Ini disampaikan kepada Dewan Menteri untuk kemudian
mengajukannya kepada DPR.
Depernas
mulai bekerja pada tanggal 28 agustus 1959 dan dalam waktu 10 bulan Depernas
telah berhasil menyusun rumusan akhir mengenai rencana pembangunan nasional
semesta tahun pertama (1961 – 1969)
2.
Rencana pembangunan semesta berencana tahapan pertama (1961-1969)
Pembangunan
semesta berencana ini adalah rencana jangka menengah yang terpanjang dalam
sejarah perencanaan pembangunan di Indonesia. Jangka waktu 8 tahun, suatu
jangka waktu yang cukup panjang dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu.
Rencana pembangunan jangka menengah ini ditetapkan melalui ketetapan MPRS
No.II/MPRS/1960 tentang Garis – Garis Besar Pola Pebangunan Nasional
Semesta Berencana Tahapan Pertama (1961 – 1969)
Tujuan
pembangunan nasional semesta berencana ini untuk menciptakan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila atau pada waktu itu
disebut masyrakat sosialis ala Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut, Depernas
berusaha untuk mengatasi mengatasi faktur-faktor yang menghambat dan merugikan
penbangunanserta merintis jalan untuk melancarkan pembangunan di segala bidang
kehidupan dan penghidupan.
Peroyek A
dan B masing- masing berkaitan erat. Jumlah peroyek A di rencanakan sebanyak
335 proyek yang terbesar di seluruh Indonesia.
Proyek-proyek
itu di bagi dalam 8 bidang, yaitu :
1.
Bidang mental dan rohani (pendidikan dan kebudayaan)
2.
Bidang penelitian
3.
Bidang kesejahteraan rakyat
4.
Bidang pemerintahan
5.
Bidang pembangunan khusus
6.
Bidang produksi (pangan, sandang, industry dan perobatan)
7.
Bidang distribusi (distribusi dan komunikasi)
8.
Bidang keuangan, termasuk turisme
Walaupun
pemerintah telah menyempurnakan kelembagaan di bidang perencanaan tetapi dalam
pelaksanaannya pembangunan semesta alam berencana ini banyak hambatan-hambatan
yang ditemui antara lain inflasi dalam negeri yang tidak dapat dikendalikan
akibat pengeluaran-pengeluaran untuk proyek – proyek yang kurang produktif
dilihat dari segi ekonomi. Inflasi yang terus menerus meningkat sangat
mengganggu jalannya proyek-proyek pembangunan. Untuk menanggulangi masalah ini,
pemerintah mengambil tindakan yang sangat drastis dibidang moneter yaitu
melakukan senering yang kedua pada bulan Desember 1968 “senering pertama
dilakukan pada tahun 1950 dengan memberlakukan sebesar 50% bagi uang rupiah Rp.
500 keatas” melalui penetapan Rupiah Rp. 1,000 menjadi Rp. 1.
Tingginya
tingkat inflasi ini sangat menyulitkan pembangunan di proyek-proyek yang
direncanaka, mengingat harga-harga barang konsumsi maupun barang modal yang
tidak menentu. Keadaan ini ditambah lagi dengan pemberontakan G 30-S PKI yang
memporak-porandakan seluruh sitem perekonomian yang ada. Akhirnya rencana
pembangunan semesta berencana ini menghadapi kegagalan total.
I.
Tim stabilitas ekonomi (1966-1968)
Kegagalan
orde lama dalam perencanaan pembangunan serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
mengakibatkan hancurnya perekonomian Indonesia, memaksa para mahasiswa bergerak
untuk menuntut turunnya orde lama yang diahiri dengan surat pemerintah 11 Maret
1966 (supersemar). Sejak itu sebuah penitia telah dibentuk oleh pemerintah
untuk memikirkan usaha rehabilitasi dan stabilitasi perekonomian Indonesia
dalam masa transisi orde lama ke orde baru.
Sebagai
langkah pertama ke arah pelaksanaan usaha-usaha tercapainya stabilisasi
ekonomi, pemerintah telah mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut :
a.
Penyederhanaan dan penyempurnaan aparatur pemerintah
b.
Meningkatkan penerimaan pajak
c.
Penghematan pengeluaran pemerintah
d.
Penyehatan perkreditan
e.
Penangguhan hutang-hutang luar negeri
f.
Mengusahakan kredit-kredit luar negeri
g.
Mengusahakan devisa pemerintah secara rasional
h.
Meningkatkan ekspor
i.
Memperbaiki sitem infor dan meningkatkan penerimaan Negara dari bea impor
j.
Membenahi bidang harga, tariff dan subsidi di bidang moneter
Dengan
kebijaksanaan rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi , keadaan Indonesia lebih
baik. Apabila di tahun 1966 tingkat inflasi mencapai 365% per tahun, maka dalam
tahun 1967 mencapai 120%. Tahun 1968 tingkat inflasi menurun lagi sebesar 85%.
Keadaan ini terus menurun yang memungkinkan dapat dicanangkan perencanaan
jangka menengah yang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Saya akan sangat merekomendasikan layanan pendanaan meridian Le_ kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan keuangan dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi saya memuji diri sendiri dan staf Anda untuk layanan luar biasa dan layanan pelanggan, karena ini merupakan aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan seperti saya. Semoga Anda mendapatkan yang terbaik untuk masa depan. Layanan pendanaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman mudah, di sini ada email .. lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bicaralah dengan Tn. Benjamin Di WhatsApp Via_. + 1-989-394-3740
BalasHapusTerima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dalam hati yang tulus, saya selamanya bersyukur.