Kamis, 24 September 2015

SEJARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN



SEJARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

A.  Perencanaan menjelang kemerdekaan Indonesia
Menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, para tokoh kemerdekaan masih mengkonsentrasikan pembicaraan pada bidang politik. Mereka masih sibuk dengan permasalahan mengenai bentuk-bentuk dari Negara yang akan didirikan, apakah berbentuk republic atau monarki, demikian pula mengenai batas luas wilayah Negara serta bilamana Negara ini akan diproklamirkan. 

Bagi yang bersangkutan, yang penting adalah bahwa proklamasi kemerdekaan dapat segera dilaksanakan tanpa menunggu perencanaan yang lebih rinci maka kemerdekaan Indonesia tidak akan segera terwujud.
Walaupun tampaknya belum ada perencanaan yang konkret mengenai masalah ekonomi tetapi jalan menuju kearah itu terus dirintis. Hal ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran para tokoh kemerdekaan mengenai keharusan adanya landasan idiil dan landasan konstitusional Negara republik Indonesia dimasa yang akan datang yang kita kenal dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
B.   Perencanaan pada awal kemerdekaan
Karena keterbatasan data yang tersedia, pada awal kemerdekaan pemerintah belum mampu untuk menyusun perencanaan yang baik. Namun demikian, pemerintah terus berusaha untuk memperbaiki perekonomian yang berantakan akibat perang. Usaha itu dicerminkan dengan pembentukan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada tanggal 12 April 1947.
C.   Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dibentuk dengan Penetapan Presiden (Penpres) No. 3 Tahun 1947 yang diketuai oleh Drs. Mohammad hatta, dengan anggota A. K. Gani, Muhammad Roem, Sjafroedin Prawinegara  menghasilkan suatu dokumen perencanaan yang disebut Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia. Perencanaan tersebut merupakan awal dari perencanaan- perencanaan jangka pendek dan jangka panjang selanjutnya kita kenal dalam sejarah perencanaan kita, seperti Rencana kasimo (1948-1950), Rencana urgensi perkembangan industry dan industry kecil (1951-1952), Rencana pembangunan 5 tahun (1956-1969), rencana pembangunan semesta berencana (1961-1969), dan Repelita-repelita selama PJP I (1969/70 sampai dengan 1993/94)
D.  Plan mengatur ekonomi Indonesia (1947)
Susunan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi.
Ketua             :       Mohammad Hatta
Wakil ketua I   :       Dr. A.K. Gani
Wakil ketua II   :       Mr. Mohammad Roem
Wakil ketua III  :       Mr. Sjarifoedin
Anggota         :       Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Dr. Tong Eng Die, Dr. Ir. Sam Oedin, Ir. Kasan Moetalib, Dr. Alfian, Yoesoef Helmi serta seorang ahli statistik.
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi ini bertugas menyusun Plan Mengatur Ekonomi Indonesia. Program-program yang direncanakan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat yang merata, melalui cara :
a.   Mengintensifkan usaha produksi
b.   Memajukan perdagangan internasional
c.   Meningkatkan standar hidup masyarakat
d.   Meningkatkan kecerdasan bangsa.
Tujuan ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan :
1.   Meningkatkan impor barang-barang sandang, alat-alat transfortasi dan perhubungan, barang-barang modal dan barang-barang keperluan lainnya.
2.   Meningkatkan ekspor yang diprioritaskan pada hasil perkebunan, hasil kehutanan, minyak dan logam.
3.   Memperbaiki organisasi kedalam melalui :
                            i.      Penetapan upah minimum
                           ii.      Perbaikan perumahan rakyat
                          iii.      Transmigrasi
                          iv.      Peningkatan pembangunan jalan dan jalan kereta api baru, bendungan, tenaga listrik dan pelabuhan.
                           v.      Industrialisasi
                          vi.      Tambang dan minyak tanah
                         vii.      Industry pertanian
                        viii.      Pertanian dan perikanan
                          ix.      Penanaman hutan
                           x.      Pelayaran dan perhubungan antar pulau.
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi ini dibagi atas 8 bagian, yaitu :
    Bagian 1     :       Soal Ekonomi Umum
Bagian 2     :       Hal Ihwal Perkebunan
Bagian 3     :       Industri, Tambang dan Minyak
Bagian 4     :       Harta Benda Asing
Bagian 5     :       Hal Ihwal Keuangan
Bagian 6     :       Listrik, Kereta Api dan Tram
Bagian 7     :       Hal Ihwal Perburuhan   
Bagian 8     :       Hal Ihwal Daerah Pendudukan Belanda
Dilhat dari bagian-bagian tersebut diatas, perencanaan ini masih bersifat parsial yang disesuaikan dengan keadaan pada waktu itu, dimana situasi Negara sangat tidak stabil. Cara bekerja panitia, termasuk panitia untuk masing-masing kelompok menjadi tidak menentu. Mereka sewaktu-waktu dapat mengadakan pertemuan, bahkan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 minggu. Ketua Panitia Pemikir mengadakan pertemuan dengan ketua-ketua kelompok.
Rencana ini tidak menyebutkan batas waktu sehingga tidak dapat dikatakan apakah jenis rencana ini merupakan rencana jangka pendek, jangka sedang atau jangka panjang. Disamping itu materi pembicaraan dari para kelompok Panitia Pemikir juga masih sangat sederhana dan sering tidak disertai data-data yang lengkap.
Biaya untuk perencanaan ini diharapkan diperoleh dari :
a.   Pemerintah yang terdiri dari pinjaman dalam negeri dan tabungan masyarakat
b.   Pinjaman Luar Negeri
c.   Penyertaan perusahaan-perusahaan swasta
Plan pengatur ekonomi ini dalam pelaksanaannya mengalami banyak gangguan, antara lain :
a.   Dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda menyerbu kembali ke Indonesia yang dikenal dengan Peristiwa Perang Kemerdekaan I. perang kemerdekaan I ini dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947, hanya 4 bulan sebelum ditandatangani Persetujuan Linggar Jati pada tanggal 25 maret 1947. Perang ini berakhir pada tanggal 1 agustus 1947 setelah Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata kepada pemerintah.
b.   Pemberontakan komunis pada tanggal 18 september 1948 yang berpusat di kota Madiun. Pemberontakan ini sangat menguntungkan pihak belanda untuk melancarkan serangan bersenjata yang disebut Perang Kemerdekaan II pada tanggal 19 Desember 1948 yang dalam waktu singkat berhasil menduduki seluruh kota-kota di wilayah Republik Indonesia.
E.   Rencana kasimo (1948-1950)
Dalam kedudukannya sebagai Menteri Muda Kemakmuran, I.J.Kasimo menyusun rencana pertama yang berdimensi waktu, yaitu rencana produksi jangka menengah ( 3 tahun ) dari tahun 1948 – 1950.
Konsep perencanaan  yang sangat sederhana ini bertujuan untuk menanggulangi kedaan darurat pada waktu itu, mengingat perang masih terus berkecamuk.
Menurut rencana kasimo, swasembada pangan dilakukan melalui usaha intensifikasi dengan menggunakan bibit unggul maupun usaha ekstensifikasi di daerah-daerah yang masih banyak lahan tidurnya. Selain itu I.J Kasimo juga menyarankan penanaman jagung dan ketela guna menanggulangi masalah kekurangan pangan yang mendesak pada waktu itu. Sedangkan usaha untuk meningkatkan produksi peternakan ditempuh dengan melarang penyembelihan ternak dan penggunaannya yang kurang perlu. Sedangkan produksi sandang, yang keadaan pada waktu itu sangat sulit dipenuhi sendiri melalui penannaman kapas oleh petani.
Walaupun perencanaan Rencana Kasimo ini sangat tidak menentu disebabkan karena sebagian besar wilayah Republik Indonesia masih diduduki oleh Belanda, tetapi didalam rencana ini sebenarnya banyak petunjuk-petunjuk praktis yang mudah dilaksanakan.
F.   Rencana urgensi perkembangan industry dan industry kecil (1951-1952)
Antara tahun 1951 sampai dengan 1952 Sumitro Djojohadikusumo mencanangkan Rencana urgensi untuk perkembangan industri dan industri kecil.
Rencana ini didasarkan atas pemikiran bahwa industrialisasi dipandang sebagai bagian integral dari kebijaksanaan umum untuk menambah kekutan ekonomi rakyat Indonesia sebagai dasar perkembangan ekonomi nasional yang sehat. Dalam rangkaian rencana ini industri-industri besar diharapkan dapat menciptakan eksternal economies sehingga dapat merupakan faktor yang strategis untuk perkembangan sector-sektor lainnya.
Konsep dasar rencana ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.   Memperbaiki dan memperluas balai-balai penelitian dan pendidikan untuk mempercepat perkembangan industry
b.   Menambah pinjaman kepada perusahaan kerajinan rumah tangga dan industri kecil untuk memperkuat kedudukan ekonomi mereka dan memungkinkan meningkatkan mekanisme perusahaan
c.   Mendirikan induk-induk perusahaan dengan bantuan langsung dari pemerintah di pusat-pusat industri di daerah-daerah agraria.
d.   Mendirikan perusahaan-perusahaan industry besar pada sektor-sektor yang dipandang penting dengan biaya pemerintahan dan swasta.
Dalam evaluasi pelaksanaan samapi dengan akhir 1952, banyak proyek-proyek yang belum dapat diselesaikan, bahkan sampai tahun 1954 (2 tahun setelah rencana berakhir) sebagian besar proyek-proyek yang dilaksanakan juga masih terbengkalai.
Faktor-faktor yang menghambat pelasksanaan rencana ini meliputi dua faktor yaitu intern dan ekstern. Faktor-faktor intern meliputi :
1.   Organisasi yang jelek dan pengalaman manajerial yang kurang
2.   Kekurangan tenaga ahli
Faktor ekstern meliputi :
1.   Masalah birokrasi terutama peraturan-peraturan mengenai keuangan Negara
2.   Kurangnya koordinasi
Untuk membantu industri-ndustri kecil, telah didirikan induk-induk perusahaan yang berfungsi untuk :
1.   Memperbaiki kualitas industry kecil
2.   Mengorganisasikan teknis produksi yang lebih baik
3.   Membuat standardisasi kualitas
4.   Memperkenalkan bentuk-bentuk organisasi baru yang lebih efisien
5.   Memberi pemahaman tentang organisasi dan koperasi kepada penguasa
6.   Mengorganisasikan penjualan hasil dan pembelian bahan mentah secara bersama-sama.
Walaupun secara keseluruhan rencana urgensi perkembangan Indonesia dan industri kecil ini gagal, namun rencana ini merupakan titik awal dalam perkembangan perencanaan industri di Indonesia secara terkoordinasi dan terpadu.
G.  Rencana pembangunan 5 tahun (1956-1969)
Dalam periode Perdana Menteri Juanda telah dicanangkan rencana pembangunan jangka menengah yang pertama yaitu Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956 – 1960.
Dalam rencana jangka menengah ini mencakup aspek pembangunan yang lebih luas daripada rencana-rencana sebelumnya. Dilihat dari metode perencanaan, maka RPLT disusun lebih jelas dan sistematis. Namun demikian masalah yang dihadapi dalam rencana pembangunan ini adalah masalah klasik yaitu pembiayaan. Pembiayaan pembangunan direncanakan untuk digali dari sumber dalam negeri dan pinjaman-pinjaman luar negeri termasuk hibah dan rampasan perang jepang.
Walaupun rencana Undang-Undang tentang RPLT telah disetujui oleh DPR pada tanggal 1 november 1958 ternyata didalam perjalanannya memerlukan perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan ini terutama berkisar pada sumber-sumber pembiayaannya, mengingat situasi selama periode tersebut kurang stabil disebabkan karena 4 hal, yaitu :
1.   Sengketa mengenai Irian Jaya (pada waktu itu Irian Barat), memerlukan biaya yang tidak sedikit
2.   Perkiraan biaya untuk RPLT yang didasarkan pada tahun-tahun sebelumnya yang dianggap “normal” akibat dari Korea Boom ternyata meleset.
3.   Data-data statistic yang kurang akurat
4.   Jangka waktu rencana yang cukup panjang (5 tahun) mengakibatkan perkiraan-perkiraan yang salah atau menyimpang dari rencana.
Kegagalan RPLT kecuali disebabkan oleh kedaan dalam negeri yang disebutkan diatas juga dipengaruhi oleh kedaan luar negeri yang tidak menguntungkan karena adanya resisi di Amerika Serikat dan Eropa Barat selama tahun 1957 dan 1958. Keadaan ini mengakibatkan cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan. Untuk itu pemerintah terpaksa memperketat impor barang-barang komsumsi tetapi juga barang-barang modal. Kekurangan impor barang-barang modal ini menambah makin parahnya pelaksanaan RPLT.
Keadaan politik dalam negeri juga mempengaruhi RPLT . adanya ketegangan antara pusat dan daerah yang mengakibatkan daerah menentukan kemauannya sendiri, misalnya dengan melakukan barter gelap dengan luar negeri. Untuk memulihkan kestabilan politik dalam negeri, terpaksa dikelurkan biaya-biaya yang besar terutama di sektor keamanan dalam negeri, yang mengakibatkan pemerintah mengalami deficit anggaran belanjanya.
H.  Garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana tahapan pertama (1961-1969)
1.   Dewan perancang nasional (Depernas)
Menimba dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, pemerintah perlu menyadari adanya semacam lembaga yang mengatur tentang perencanaan pembangunan untuk kepentingan masa depan bangsa Indonesia. Dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dibentuklah Dewan Perencanaan Nasional yang pelaksanaannya ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1959.
Rencana pembangunan yang akan disusun oleh Depernas ini adalah :
a.   Mempersiapkan rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional yang berencana
b.   Menilai penyelenggaraan pembangunan yang bersangkutan.
Hasil dari pekerjaan Depernas Ini disampaikan kepada Dewan Menteri untuk kemudian mengajukannya kepada DPR.
Depernas mulai bekerja pada tanggal 28 agustus 1959 dan dalam waktu 10 bulan Depernas telah berhasil menyusun rumusan akhir mengenai rencana pembangunan nasional semesta tahun pertama (1961 – 1969)
2.   Rencana pembangunan semesta berencana tahapan pertama (1961-1969)
Pembangunan semesta berencana ini adalah rencana jangka menengah yang terpanjang dalam sejarah perencanaan pembangunan di Indonesia. Jangka waktu 8 tahun, suatu jangka waktu yang cukup panjang dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu. Rencana pembangunan jangka menengah ini ditetapkan melalui ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis – Garis  Besar Pola Pebangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama (1961 – 1969)
Tujuan pembangunan nasional semesta berencana ini untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila atau pada waktu itu disebut masyrakat sosialis ala Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut, Depernas berusaha untuk mengatasi mengatasi faktur-faktor yang menghambat dan merugikan penbangunanserta merintis jalan untuk melancarkan pembangunan di segala bidang kehidupan dan penghidupan.
Peroyek A dan B masing- masing berkaitan erat. Jumlah peroyek A di rencanakan sebanyak 335 proyek yang terbesar di seluruh Indonesia.
Proyek-proyek itu di bagi dalam 8 bidang, yaitu :
1.   Bidang mental dan rohani (pendidikan dan kebudayaan)
2.   Bidang penelitian
3.   Bidang kesejahteraan rakyat
4.   Bidang pemerintahan
5.   Bidang pembangunan khusus
6.   Bidang produksi (pangan, sandang, industry dan perobatan)
7.   Bidang distribusi (distribusi dan komunikasi)
8.   Bidang keuangan, termasuk turisme
Walaupun pemerintah telah menyempurnakan kelembagaan di bidang perencanaan tetapi dalam pelaksanaannya pembangunan semesta alam berencana ini banyak hambatan-hambatan yang ditemui antara lain inflasi dalam negeri yang tidak dapat dikendalikan akibat pengeluaran-pengeluaran untuk proyek – proyek yang kurang produktif dilihat dari segi ekonomi. Inflasi yang terus menerus meningkat sangat mengganggu jalannya proyek-proyek pembangunan. Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah mengambil tindakan yang sangat drastis dibidang moneter yaitu melakukan senering yang kedua pada bulan Desember 1968 “senering pertama dilakukan pada tahun 1950 dengan memberlakukan sebesar 50% bagi uang rupiah Rp. 500 keatas” melalui penetapan Rupiah Rp. 1,000 menjadi Rp. 1.
Tingginya tingkat inflasi ini sangat menyulitkan pembangunan di proyek-proyek yang direncanaka, mengingat harga-harga barang konsumsi maupun barang modal yang tidak menentu. Keadaan ini ditambah lagi dengan pemberontakan G 30-S PKI yang memporak-porandakan seluruh sitem perekonomian yang ada. Akhirnya rencana pembangunan semesta berencana ini menghadapi kegagalan total.
I.    Tim stabilitas ekonomi (1966-1968)
Kegagalan orde lama dalam perencanaan pembangunan serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengakibatkan hancurnya perekonomian Indonesia, memaksa para mahasiswa bergerak untuk menuntut turunnya orde lama yang diahiri dengan surat pemerintah 11 Maret 1966 (supersemar). Sejak itu sebuah penitia telah dibentuk oleh pemerintah untuk memikirkan usaha rehabilitasi dan stabilitasi perekonomian Indonesia dalam masa transisi orde lama ke orde baru.
Sebagai langkah pertama ke arah pelaksanaan usaha-usaha tercapainya stabilisasi ekonomi, pemerintah telah mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut :
a.   Penyederhanaan dan penyempurnaan aparatur pemerintah
b.   Meningkatkan penerimaan pajak
c.   Penghematan pengeluaran pemerintah
d.   Penyehatan perkreditan
e.   Penangguhan hutang-hutang luar negeri
f.    Mengusahakan kredit-kredit luar negeri
g.   Mengusahakan devisa pemerintah secara rasional
h.   Meningkatkan ekspor
i.    Memperbaiki sitem infor dan meningkatkan penerimaan Negara dari bea impor
j.    Membenahi bidang harga, tariff dan subsidi di bidang moneter
Dengan kebijaksanaan rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi , keadaan Indonesia lebih baik. Apabila di tahun 1966 tingkat inflasi mencapai 365% per tahun, maka dalam tahun 1967 mencapai 120%. Tahun 1968 tingkat inflasi menurun lagi sebesar 85%. Keadaan ini terus menurun yang memungkinkan dapat dicanangkan perencanaan jangka menengah yang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.

1 komentar:

  1. Saya akan sangat merekomendasikan layanan pendanaan meridian Le_ kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan keuangan dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi saya memuji diri sendiri dan staf Anda untuk layanan luar biasa dan layanan pelanggan, karena ini merupakan aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan seperti saya. Semoga Anda mendapatkan yang terbaik untuk masa depan. Layanan pendanaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman mudah, di sini ada email .. lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bicaralah dengan Tn. Benjamin Di WhatsApp Via_. + 1-989-394-3740
    Terima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dalam hati yang tulus, saya selamanya bersyukur.

    BalasHapus