Janji adalah sebuah ilusi yang mudah terucap, namun sulit terjaga. Di dalamnya mengandung keteguhan dan ketangguhan hati untuk menepati.
Olehnya, kita diajak untuk belajar bagaimana menaati prinsip yang dibangun sendiri. Namun di lain sisi, janji adalah sebuah tanggung jawab yang mengandung banyak konsekuensi. Apalagi jika terlanjur kelebihan porsi.
Kita kerap mengumbar banyak janji saat sedang menjalani sebuah
hubungan. Betul, bahwa itu bukti cinta. Di dalamnya terbersit pesan bahwa hal
yang lebih baik pasti akan datang di masa depan. Padahal, bukankah tidak ada
yang menjamin perkara masa depan?
Situasi bisa berubah kapan saja. Janjimu mungkin akan sulit terpenuhi
karena beberapa hal berjalan tidak semestinya. Jika ternyata gagal, kamu pun
akan dianggap ingkar.
Satu hal yang pasti adalah perubahan via favim.com
Satu hal yang paling pasti adalah perubahan. Kita semua boleh
berharap bahwa segalanya akan baik-baik saja dan berjalan sesuai rencana.
Namun, kita tak dapat mengontrol semesta hanya dengan ucapan semata. Apalagi
dengan janji-janji manis yang tak butuh apapun untuk melakukannya.
Padahal kita belum tentu siap menghadapi kondisi yang berbeda. Kita
tak lagi mengerti apakah kondisi ke depan dapat mendukung dirimu untuk menepati
janji. Walaupun kamu sungguh-sungguh dalam mengusahakan, namun jika gagal kamu
akan dianggap ingkar. Ukurlah diri sebelum berujar agar janji tak buang
percuma.
Memang, janji terkadang dinilai sebagai bukti cinta. Padahal, yang
senyata-nyatanya adalah ucapan bibir semata. Mudah terucap, tapi sulit terjaga.
Cintailah dengan sikap via urbansublime.tumblr.com
Sadarlah bahwa janji hanyalah sebentuk kalimat yang terucap saat ini,
masa muda, di mana kemungkinan untuk berubah masih terbuka begitu lebar.
Rencana bukanlah kemustahilan, namun janji tetaplah sebuah ikatan. Tak mudah
untuk menjalani ikatan di masa muda yang penuh dengan kebebasan. Namun, bukan
berarti kita semua bebas dari tanggungjawab.
Menjaga ritme dapat dilakukan dengan konsistensi tinggi tanpa
sekalipun mengucap janji. Lebih melakukan dalam diam dan terus berusaha untuk
melakukan yang terbaik; daripada sekadar berucap tanpa sikap. Sebab,
seolah-olah, ketika sudah berucap, maka selesai satu tugas untuk mencintai
dengan tulus. Padahal, itu hanyalah bayangan semu dan kerap mengecoh.
Janji yang bertubi-tubi hanya akan membuatmu menjalani cinta yang
terbebani. Dirimu justru berusaha sibuk untuk menepati. Lupa untuk tulus
mencintai.
Jangan sampai tujuan semu melumat hubunganmu! via
s1272.photobucket.com
Selain mengecoh, terlalu banyak berjanji hanya akan mengubah haluan
orientasi. Cobalah ingat kembali bagaimana cinta tumbuh saat masa awal
pendekatan; saling penasaran satu sama lain. Semuanya memang terasa tidak
natural, namun usaha dan perjuangan yang dilakukan selalu maksimal dan
sungguh-sungguh.
Namun setelah menjalin, ada hal-hal yang sebenarnya tidak ingin
diusahakan, namun diri tak ingin mengecewakan. Salah satu tameng untuk menutupinya
adalah dengan membuat daftar barisan janji. Inilah yang menyebabkan luputnya
pandangan pada visi utama : mencintai sepenuh hati. Dirimu sibuk memenuhi dan
dirinya gusar menanti. Lalu di mana komunikasi yang biasa saja? Apa adanya?
Tanpa beban, mencintai. Ya, menjalani begitu saja…
Ingat, janji adalah utang yang harus dilunasi. Jika kamu terlalu
banyak mengumbar janji, bukankah kamu tidak sedang menjalani cinta yang sejati?
Cintailah dengan sikap bukan ucap via vi.sualize.us
Janji adalah hutang, dan hutang haruslah dibayar. Bukankah cinta tak
pernah bicara soal transaksi semata? Jika sudah demikian, maka cintamu hanyalah
tukar menukar. Terlebih jika dirimu hanya rajin mengumbar janji, dan selalu
berdalih ketika ditagih untuk memenuhi. Betapa tidak menyenangkannya hubungan
yang semacam itu? Seperti jual beli saja. Cobalah lihat secaramenyeluruh bahwa
dirimu memiliki kesempatan untuk menjalani cinta tanpa berusaha lari dari diri.
Janji yang berlebihan dan melampaui kemampuan diri adalah bentuk
pelarian yang menyebabkan dirimu tercebur dalam cinta yang gelap mata. Jika
sudah demikian, maka caramu memenuhi janji juga akan sangat berbahaya. Ya
memang cinta butuh pengorbanan, namun kamu tak perlu menyebutnya sebagai
pengorbanan jika kamu menjadi apa adanya tanpa mencari-cari dengan berlebihan,
sebab yang demikian sudah sewajarnya dilakukan.
Oleh karena itu, prinsip yang matang tidak bisa dilihat dari janji
semata. Manusia butuh gambaran visual. Dengan ini, kamu butuh sikap nyata untuk
membuktikannya.
Ingatlah ini tentang menjalani via theartmad.com
Prinsip terlihat dari kata-kata dan sikap. Keduanya sama-sama
memiliki kekuatan. Namun akan berbeda harganya jika kamu membuktikkan dengan
sikap dalam diam, daripada terlalu banyak cakap tanpa sikap. Sebab, secara
mendasar, manusia membutuhkan pengalaman dan gambaran visual. Kata-kata dapat
menguap begitu saja, beda halnya dengan perhatian dan tindakan nyata yang akan
tinggal selamanya entah di mata atau di pikiran, bahkan perasaan. Dan bukankah
lebih romantis menjemputnya di tengah hujan deras daripada menjanjikan mobil
mewah yang entah kapan harganya akan menjadi murah? Tunjukkanlah dengan sikap!
Sikap tersebut adalah komitmen dan konsistensi tinggi tanpa banyak
berjanji. Cinta adalah kata kerja, bukan sekedar bualan bibir semata.
Tawa dan konsistensi tinggi adalah kesederhanaan dari cinta sejati
via www.sopalakish.com
Love is a verb, kalau kata John Mayer, komitmen dan konsistensi tak
hanya dilihat dari janji. Inilah jebakan paling usah. Orang berpikir bahwa
janji adalah bentuk komitmen untuk mencintai. Padahal yang namanya janji dapat
diingkari kapanpun dan oleh siapapun. Lebih mengerikan lagi bahwa orang yang
tidak ingin berjanji adalah pecundang yang cari aman, supaya tak berjuang lebih
keras untuk memberikan yang terbaik.
Sadarlah saudaraku, perjuangan dan komitmen adalah soal menjalani
ikhtiar dalam diri, bukan ucapan yang keluar sehari-hari. Kita semua tetap bisa
berjuang dengan komitmen dan konsistensi tinggi tanpa menjanjikan sesuatu.
Sikap ini akan menelurkan kisah yang menakjubkan, yang orang menyebutnya
sebagai kejutan!
Kami tidak melarang untuk mengucap janji, hanya sedikit
mengantisipasi tragedi kelebihan porsi. Di usia muda yang seperti ini, kita
kerap luput untuk mengukur diri lalu menganggap semua hal dapat dilakoni. Itu
semangat yang baik dan optimis, namun akan menjadi boomerang jika bersinggungan
dengan urusan cinta. Salah-salah, kamu yang justru dianggap tak berkualitas.
Untuk itu, bercerminlah sebelum mengucap janji, supaya tepat dan sesuai porsi.
Berpikirlah luas tak berbatas dan bertindaklah dalam jangkauan kata pantas.
artikel aslinya bisa kamu baca di : http://www.hipwee.com/hubungan/tanpa-perlu-mengumbar-janji-toh-komitmen-dalam-hubungan-itu-cuma-butuh-bukti/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar