Sabtu, 19 Desember 2015

FAKTOR INTERNAL PENYEBAB KRISIS DEPOSIT TRANSAKSI BERJALAN | ST-AG BR


Dalam transaksi berjalan di Indonesia berlangsung sejak lama dan kecenderungannya dari tahun ke tahun , angka ini merupakan muara dari inefisiensi sehingga seluruh sendi perekonomian nasional
dan soal strategi kebijakan yang distroksi maka strategi kebijakan merupakan faktor-faktor yang menghambat efisiensi. Inilah yang kemudian menjadikan deficit anggaran yang yang tidak menentu maka transaksi berjalan mengalami tekanan-tekanan dan diplotisasi sebagai akibat-akibatnya tekanan terhadap rupiah melemah. Semakin menguatnya nilai rupiah manakala beban pembayaran terhadap kewajiban perusahaan jasa –jasa dan tidak diperhitungkan oleh Badan Usaha Milik Negara, jasa-jasa tersebut adalah orang asing tetapi semakin besar pengaruhnya terhadap ekonomi nasional maka selama ini defisit transaksi berjalan ditambah dengan arus modal masuk yang cukup besar yang di motori oleh IMF.
Modal asing yang cukup besar baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio maka dengan adanya penopang atau tambahan tersebut pemerintah seolah-olah tidak menghawatirkan keadaan kritis dari sistem ekonomi Indonesia. Setelah krisis kepercayaan terjadi maka arus modal masuk menjadi terhambat bahkan lari sama sekali maka deposit yang besar tidak bisa lagi ditopang oleh arus modal masuk  dari luar negeri tadi karena adanya krisis kepercayaan dari para investor. Disamping tentunya tidak hendak menanggung kerugian lebih jauh akibat tidak kepastian ekonomi Indonesia defisit transaksi berjalan mempunyai sebab-sebab pada 2 hierarki.
1.   Adalah defisit pada perdagangan non migas maka neraca perdagangan secara keseluruhan ditunjang oleh migas dan non migas mengalami surflus tetapi kecenderungannya semakin kecil dari tahun ke tahun itu berarti bahwa semakin kecilnya kemampuan ekonomi Indonesia untuk membayar kewajiban-kewajiban yang lain sementara itu jika migas alam dikeluarkan dari neraca perdagangan karena komoditas ini lebih merupakan cerminan kekuatan industrialisasi maka neraca tersebut sebenarnya defisit ekonomi Indonesia adalah sistem yang boros. Devisa konglomerat yang berkembang selama ini. Prof. Dr. Rizal Ramli membuat gebrakan baru (menyangkut pelabuhan tanjung priuk) sangat berorientasi kedalam dan memberantas melalui praktek monopoli integrasi vertical dan praktek kartel, beliau berpendapat bahwa praktek seperti ini memungkinkan penguasaan pasar di dalam negeri  yang sangat besar dominasi bahkan mutlak sementara itu operasionalisasi perusahaan asing cenderung menginfeterisasi devisa karena bahan bakunya diinfor dalam jumlah besar sebagai contoh yang konkrit adalah industry tepung terigu yang berhasil menguasai dan monopoli pasar secara mutlak. Indonesia yang tidak mempunyai satu batang pohon gandum ternyata sukses menjadi salah satu konsumen gandum yang tergolong paling besar di dunia dengan pabrik yang paling mahal harganya. Devisa yang sangat besar ini terjadi karena distribusi harga yang disubsidi sehingga menyingkirkan produk substatusnya artinya distribusi ini sama halnya dengan menyingkirkan pelaku ekonomi rakyat yang telah sejak lama bekerja di sektor industry makanan
2.   Devisit transaksi berjalan terjadi karena kewajiban terhadap jasa-jasa perdagangan internasional yang sangat besar. Jasa-jasa tersebut diantaranya adalah jasa-jasa keuangan perbankan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar