Dalam ilmu agama, dikenal istilah ilmu. Ilmu induknya adalah
amal. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa segala macam praktek di
dunia sosial, politik dan ekonomi dan hukum seharusnya berpucuk pada ilmu
(Sains)
tetapi celakanya ilmu-ilmu sosial sejak awal kelahirannya terus
berpotensi terpecah-pecah satu sama lainnya dan terdepertemensikan di dalam
sekat-sekat pertumbuhan ekonomi sangat menyerahkan diri sehingga tanpak daya
analisisnya terhadap fenomena ilmu politik maka sosial dan budaya, hukum dan
ekonomi yang pada dasarnya saling
berkaitan, bahkan ilmu-ilmu sosial lainnya yang terpecah-pecah tersebut
sebenarnya mempunyai aspek yang sama yakni perilaku dan fenomena masyarakat
(publik) , objek yang sama dari paradigma yang berlainan dan tidak singkron
satu sama lainnya masing-masing melahirkan analisis yang berbeda-beda bahwa
simpang siur dan paradox antara ilmu-ilmu sosial tersebut. Bahkan yang paling
riskan terjadinya anatomi korupsi yang dikemukakan oleh 2 pemikir tentang
korupsi di negeri ini.
1. Gunnar, pemenang hadiah nobel ekonomi tahun 1968, ia
berpendapat dalam bukunya yang telah menjadi klasik Asian Drama bahwa korupsi
di asia selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit paterasionalisme yaitu warisan budaya diluar kerajaan-kerajaan yang
lama dan terbiasa dengan hubungan patroclient
(pembersihan) maka dalam konteks tersebut bahwa rakyat biasa atau bawahan
berkewajiban memberikan upeti (berlambang menjadi sogok, komisi, amplop, dst).
Lebih lanjut karena dalam persfektif kerajaan-kerajaan lama bersifat konkrit
dan harus secara materi / kekayaan serta dukungan sejumlah cacah penduduk yang
harus dipelihara kesetiannya maka berkembanglah politik uang.
Dalam pemilihan
presiden, DPR/DPRD, Gubernur, Walikota/Bupati, Pimpinan Politik dan seharusnya
yang sangat menciderai perkembangan sistem politik dalam era reformasi saat
ini.
2. Syed Hussain Alatas seorang pakar sosiologi korupsi, menurut
pendapat sementara , beliau melihat bahwa beliau melihat bahwa di Asia korupsi
berkaitan dengan warisan dari kondisi historis struktural yang telah berjalan
berabad-abad akibat terjadinya resi refresi yang dilakukan oleh penjajah dengan
demikian secara terus menerus bangsa ini terbiasa melakukan penyimpangan dari
norma, hakikat, UUD 1945 yaitu keadilan sosial yang sebelum menjajah secara
utuh dihormati dan dipenuhi pada gilirannya nanti terkabulnya garis pemisah
antara yang boleh dan dilarang (halal dan haram) asal terjaga loyalitas
terhadap penguasa dan pengulangan yang terus menerus dalam pelanggaran norma
lama yang sebenarnya diulang dan negatif.
MenurutNya, dalam
masyarakat terdapat berbagai kebijakan anti korupsi namun akhirnya korupsi
tersebut diterima sebagai praktek yang tidak dapat dihindarkan karena dirasa
terlalu berakar dan terlamapau sulit untuk diberantas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar